Oleh: Musyafa Ahmad Rahim, Lc
Upcoming Event
- Back to Home »
- Religi »
- Latar Belakang Isra’ dan Mi’raj
Posted by : Himakagi Unsyiah
Kamis, 06 Juni 2013
Latar Belakang Isra’ dan Mi’raj
dakwatuna.com – Tersebutlah dalam sirah Nabawiyah bahwa
Rasulullah SAW ditinggal mati oleh dua orang; Khadijah -radhiyallahu ‘anha- dan
Abu Thalib. Padahal, selama ini dua
orang tersebut telah berperan besar bagi dakwah Islamiyah.
1. Ummul Mukminin Khadijah -radhiyallahu ‘anha- ,
sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, adalah:
- Wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada
Rasulullah SAW.
- Seorang mukmin yang mengorbankan seluruh hartanya untuk
dakwah, dan
- Seorang istri, yang darinya Rasulullah SAW mempunyai anak
(keturunan).
2. Abu Thalib, meskipun belum beriman, namun, mengingat
posisinya sebagai paman Rasulullah SAW, ia telah membela Rasulullah SAW dengan
sangat luar biasa.
Namun, di tahun itu, keduanya meninggal dunia, maka beliau
SAW sangat bersedih, dan karenanya, tahun itu disebut ‘amul huzni (tahun
kesedihan). Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba
membuka jalur dakwah baru, Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin, hijau,
mempunyai pengaruh besar terhadap warganya, sehingga sikap mereka barangkali
sejuk dan segar dalam menerima dakwah beliau SAW. Tidak seperti Mekah (saat
itu) yang keras, semuanya tertutup batu, sehingga “membatu” sikap mereka
terhadap dakwah. Namun, bukannya kedatangan Rasulullah SAW di Thaif disambut,
tapi malah disambit.
Singkat cerita, dalam perjalanan pulang ke Mekah, terjadi
tiga peristiwa:
1. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang bernama Adas, dari
Nainuwa, kampung halaman nabi Yunus AS. Dalam pertemuan itu, Adas menyatakan
masuk Islam. Hal ini seakan mengatakan kepada Rasulullah SAW: “Jangan bersedih
wahai Muhammad, kalau orang Mekah, orang Arab tidak mau beriman, jangan
bersedih, nih buktinya, orang Nainuwa mau beriman”.
2. Rasulullah SAW bertemu dengan sekelompok jin, dan saat
dibacakan Al-Qur’an kepada mereka, mereka menyatakan beriman. Hal ini seakan
memberi message kepada Rasulullah SAW: “Seandainya pun seluruh manusia tidak
mau beriman, engkau pun tidak peru bersedih wahai Muhammad SAW, sebab, bangsa
jin telah membuktikan bahwa mereka siap beriman kepadamu”.
3. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hal ini seakan berkata kepada
Rasulullah SAW: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia
maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu
bersedih, sebab, buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut
kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan
tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah SAW.
Lalu apa pelipur lara kita?
Mestinya adalah shalat, sebab oleh-oleh Isra’ dan Mi’raj
utamanya adalah shalat, dan Rasulullah SAW menjadikan shalat sebagai qurratu
‘ain dan sekaligus rahah (rehat). Wallahu a’lam.